Harga Bitcoin Naik Lagi Tembus Rp1,7 Miliar, Apa Penyebabnya?

img-redaksi Rahma Anhar
Rabu 11 Juni 2025 22:09 WIB
img-thumb
Harga Bitcoin (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Harga Bitcoin () naik menembus level USD110.000 atau setara Rp1,78 miliar (kurs Rp16.200 per USD) pada 10 Juni 2025.

Kenaikan harga Bitcoin setelah sebelumnya sempat terkoreksi hingga di bawah USD101.000 pada 5 Juni lalu. 

Kenaikan ini menandai penguatan hampir 9% dalam sepekan terakhir dan menempatkan Bitcoin hanya sekitar 2% dari rekor harga tertingginya di lebih dari USD111.000 yang dicapai pada Mei lalu.

1. Penyebab Harga Bitcoin Naik 

Kenaikan harga ini terjadi di tengah sentimen positif dari pasar global, khususnya
perkembangan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang kembali menunjukkan tanda-tanda positif dan meredanya ketegangan. Investor global pun merespons potensi kesepakatan dagang baru yang berimbas pada aset berisiko seperti kripto..

Vice President Marketing Indodax Antony Kusuma mengatakan, kenaikan ini sebagai titik balik penting dalam narasi Bitcoin secara global. 

Menurutnya, Bitcoin kini tidak lagi berada di bagian terpinggirkan dari sistem keuangan global, aset digital tersebut sudah menjadi bagian dari percakapan inti antar pemerintah, pelaku industri dan lembaga-lembaga keuangan besar.

"Lonjakan harga ke level USD110.000 mencerminkan bahwa pasar melihat Bitcoin bukan hanya sebagai aset alternatif, tetapi sebagai komponen strategis dalam bagian ekonomi digital yang baru,” kata Antony di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

2. Transaksi Domestik 

Di market domestik, lonjakan harga ini juga berpengaruh terhadap kenaikan volume. Hal ini ditunjukkan dari antusiasme investor ritel Indonesia kembali menguat seiring pergerakan harga BTC yang positif. 

"Ini sinyal penting bahwa market lokal turut berkontribusi terhadap dinamika pasar global,” tambahnya.

Tercatat, pada 10 Juni 2025, total volume transaksi di Indodax tercatat sebesar Rp707,8 miliar, mencerminkan kenaikan aktivitas perdagangan
dan minat yang meningkat dari para pelaku pasar domestik

Sementara itu, berbagai indikator makroekonomi Amerika Serikat minggu ini juga menjadi perhatian pelaku pasar. Rilis data inflasi (CPI) yang dijadwalkan pada 11 Juni dan prediksi angka pengangguran pada 12 Juni diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed.

Menurutnya, kombinasi antara tekanan inflasi, gejolak geopolitik, dan ketidakpastian terhadap arah suku bunga global telah mendorong investor untuk mencari aset yang tidak terikat pada keputusan bank sentral dan pemerintah.

"Bitcoin menjadi relevan karena dia bebas dari intervensi kebijakan moneter konvensional. Di saat aset lain tunduk pada stimulus atau pengetatan, Bitcoin beroperasi pada prinsip yang tetap: transparansi, suplai terbatas, dan konsensus global," katanya.

Dia menekankan bahwa adopsi institusional yang semakin meluas telah mengubah cara pasar memandang Bitcoin. Kini, banyak lembaga keuangan besar tidak lagi melihat Bitcoin sebagai spekulasi, tetapi sebagai elemen penting dalam manajemen risiko dan diversifikasi portofolio jangka panjang.

"Jika beberapa tahun lalu institusi masih meraba-raba posisi Bitcoin, kali ini mereka sudah memasukkannya ke dalam strategi aset digital. Bahkan beberapa sovereign wealth fund mulai mengevaluasi eksposurnya terhadap kripto. Ini adalah fase transisi dari skeptisisme ke penerimaan,” ujarnya.

3. Peluang Negara Berkembang 

Dia menilai bahwa momentum saat ini juga menjadi peluang bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk lebih adaptif di sektor blockchain dan aset digital.

"Indonesia punya potensi besar, baik dari sisi demografi, penetrasi digital, maupun komunitas kripto yang aktif. Tapi tantangannya adalah bagaimana menjadikan diri kita bukan sekadar pasar konsumen, melainkan pemain yang berkontribusi dalam pengembangan teknologi dan
kebijakan global,” ujarnya 

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa volatilitas tetap menjadi bagian dari dinamika kripto yang harus disikapi dengan pendekatan manajemen risiko yang matang.

"Harga bisa naik dan turun secara agresif, tetapi arah jangka panjang Bitcoin tetap menunjuk pada penguatan fundamental. Yang penting adalah bagaimana investor memposisikan diri secara bijak di tengah siklus pasar yang kompleks,” katanya.

Dia juga menekankan bahwa ekosistem kripto yang berkelanjutan hanya bisa tercipta jika semua pihak dari pelaku industri, regulator, hingga masyarakat bergerak ke arah yang sama.

“Bitcoin bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi digital, tapi kita butuh ekosistem yang mendukung: regulasi yang progresif, infrastruktur yang kuat, dan literasi publik yang terus meningkat,” ujarnya.

See original source
link link link link
Berita Terkait