Menbud Fadli Zon Sebut Leang-Leang adalah Kapsul Waktu Peradaban Manusia

img-redaksi Rizqa Leony Putri
Sabtu 05 Juli 2025 11:06 WIB
img-thumb
Menbud Fadli Zon menyampaikan empat poin kunci yang dibahas dalam Konferensi Internasional Gau Maraja Leang-Leang Maros. (Foto: dok Kementan)
A
A
A

MAROS — Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon hadir sebagai pembicara kunci (keynote speaker) sekaligus pembuka Konferensi Internasional Gau Maraja Leang-Leang Maros, di Gedung Serbaguna Maros, Sulawesi Selatan.

Konferensi yang mengangkat tema “Leang-Leang Maros sebagai Gerbang Peradaban Manusia Purba Dunia” ini menjadi ajang penting bagi para arkeolog, antropolog, budayawan, dan peneliti untuk mendalami nilai sejarah dan kebudayaan kawasan Leang-Leang sebagai salah satu situs tertua di dunia.

Dalam paparannya, konferensi ini. Pertama, dia menyoroti nilai penting dan universal Leang-Leang.

“Dinding Gua Leang-Leang bukan sekadar formasi batuan biasa, melainkan kanvas monumental tempat manusia modern pertama kali mengekspresikan pemikiran artistiknya," katanya.

Dia menekankan bahwa lukisan figuratif tertua di dunia yang berusia lebih dari 51.200 tahun ini berasal dari kawasan ini, dan temuan tersebut telah mengguncang dunia arkeologi internasional.

Menbud Fadli juga mendorong pentingnya membangun narasi global yang memposisikan kawasan ini sebagai "kapsul waktu" abadi tempat nenek moyang manusia merancang pondasi peradaban pertama. 

Kedua berkaitan dengan pendekatan baru terhadap pelestarian, yaitu reinventing warisan, lebih dari sekadar konservasi. Menbud Fadli menilai bahwa pelestarian konvensional saja tidak cukup untuk menjawab tantangan zaman.

“Kita perlu melakukan reka ulang menyeluruh terhadap kebudayaan melalui terobosan multidisiplin,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa proses reinventing ini dapat dilakukan melalui tiga strategi, seperti reprogramming dengan mentransmutasikan legenda manusia 51.000 tahun lalu menjadi pengalaman imersif, misalnya melalui produksi film animasi 4D berteknologi mutakhir.

Lalu, redesigning, yakni menjadikan gua sebagai “laboratorium hidup” yang menghidupkan masa lalu. Terakhir, reinvigorating lewat program residensi dan pertukaran peneliti. 

Ketiga, Menbud Fadli Zon menekankan bahwa warisan budaya memiliki peran strategis sebagai pengungkit ekonomi masyarakat lokal. Dia menyampaikan bahwa pelestarian budaya harus terintegrasi dengan penguatan ekonomi dan perlindungan lingkungan.

“Visi besar kita harus berdiri di atas tiga pilar: pelestarian, pemberdayaan ekonomi lokal, dan tanggung jawab ekologis,” tuturnya.

Dia juga mengangkat pentingnya pengembangan green tourism, pemanfaatan teknologi untuk pengalaman edukatif, serta pendekatan adaptive reuse, seperti penyelenggaraan konferensi dan kegiatan ilmiah langsung di sekitar situs.

Keempat yang Menbud Fadli sampaikan pentingnya kolaborasi holistik lintas sektor dan lintas budaya. Dalam pidatonya, Menbud Fadli mengutip filosofi Bugis Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, yang berarti saling membantu dan menopang dalam suka maupun duka.

“Filosofi ini menjadi pondasi dari setiap inisiatif bangsa kita, dan sangat relevan dalam upaya konservasi warisan budaya, seperti Leang-Leang,” ucapnya.

Dia mendorong pelibatan aktif komunitas lokal, pelatihan pemandu sebagai duta budaya, serta penguatan jejaring riset bersama lembaga, seperti BRIN dan universitas internasional.

Menbud Fadli juga menekankan bahwa untuk mencapai status Warisan Dunia UNESCO, dibutuhkan riset multidisiplin, pembentukan tim nominasi yang terstruktur, serta strategi holistik dengan dampak berkelanjutan bagi masyarakat dan wilayah sekitar.

Berlangsung pada 4 sampai 5 Juli 2025, konferensi internasional diisi oleh sejumlah narasumber terkemuka dari dalam maupun luar negeri yang membahas warisan arkeologi, sejarah, budaya, serta strategi pengelolaan kawasan Maros-Pangkep secara berkelanjutan.

Konferensi ini dihadiri para pakar internasional, termasuk Prof. Campbell Macknight (ANU), Dr. Herry Yogaswara (Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN), Dr. Stephen Druce (Universiti Brunei Darussalam), hingga Prof. Zuliskandar Ramli (UKM), yang membahas sejarah, budaya, hingga strategi pengelolaan kawasan Maros-Pangkep.

Turut hadir dalam konferensi internasional ini, jajaran pejabat, peneliti, arkeolog, tokoh budaya hadir dalam konferensi internasional ini, di antaranya Bupati Maros, Chaidir Syam; Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Herry Yogaswara; Rektor Universitas Muslim Maros, Prof. Nurul Ilmi Idrus; serta Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Andi Muhammad Akhmar.

Selain itu, juga Ketua Perkumpulan Wija Raja La Patau Matanna Tikka, Muhammad Sapri Andi Pamulu, M.Eng., Ph.D.; Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone; General Manager Geopark Maros-Pangkep; Arkeolog Griffith University Australia, Prof. Adam Brumm; Sejarawan Australian National University, Prof. Emeritus Campbell Macknight; dan Arkeolog Universiti Kebangsaan Malaysia, Prof. Zuliskandar Ramli. 

Menutup pidatonya, Menteri Fadli Zon menyerukan tekad kolektif untuk menjadikan Leang-Leang sebagai episentrum renaisans prasejarah dunia.

“Leang-Leang bukan hanya jendela untuk melihat kembali masa lalu manusia, melainkan juga merupakan teropong canggih yang mengarahkan pandangan kita menuju masa depan berkelanjutan,” katanya.

Dia mengajak seluruh masyarakat, khususnya akademisi dan generasi muda untuk menjadikan kebudayaan Indonesia bukan sekadar warisan yang dilestarikan, tetapi kekuatan dinamis yang berkembang melalui inovasi dan kolaborasi.

'Mari berpartisipasi, berkreasi, dan bersinergi memajukan kebudayaan Indonesia," tuturnya.

See original source
link link link link