Polemik RUU KUHAP Jadi UU, Ancam Hak Rakyat?

img-redaksi Puti Aini Yasmin
Kamis 20 November 2025 09:14 WIB
A
A
A

JAKARTA, iNews.id  – DPR resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna, Selasa (18/11/2025). KUHAP baru tersebut dijadwalkan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Meski telah disahkan, keputusan ini langsung memicu perdebatan di tengah masyarakat. Sejumlah pihak menilai proses pengesahan dilakukan tanpa transparansi yang memadai, serta memuat sejumlah pasal yang dianggap mengancam hak warga.

Proses Pembahasan Dinilai Tertutup
DPR dan pemerintah disebut hanya membutuhkan waktu dua hari untuk membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang berisi 1.676 poin usulan. Kecepatan proses tersebut dipertanyakan banyak kalangan, karena dinilai tak membuka ruang dialog yang cukup luas.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai pembahasan super cepat itu tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan. Mereka mendesak agar DPR menjelaskan secara rinci bagaimana proses debat internal dilakukan.

Pasal-Pasal Kontroversial yang Menuai Kritik
Koalisi masyarakat sipil mengungkap sejumlah pasal yang dinilai bermasalah dan berpotensi merugikan publik, antara lain:

Pasal 5
 Mengatur bahwa seseorang bisa diamankan, ditangkap, atau ditahan meski belum ada proses penyelidikan atas tindak pidana.


Pasal 90 dan 93
 Disebut memungkinkan adanya penahanan tanpa izin hakim, sehingga membuka ruang tindakan sewenang-wenang.


Pasal 105, 112A, 132A
 Mengatur wewenang penggeledahan barang hingga penyadapan komunikasi tanpa keharusan mendapatkan izin hakim.


Pasal 74A dan 79
 Dinilai membuka peluang penyalahgunaan wewenang melalui skema restorative justice yang berpotensi menjadi alat pemerasan.


Pasal 7 dan 8
 Menempatkan seluruh penyidik khusus di bawah koordinasi Polri, yang dikhawatirkan membuat kepolisian menjadi lembaga superpower.


Pasal 99 dan 137A
 Tidak mewajibkan penyediaan akomodasi layak bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum, sehingga dinilai diskriminatif.


DPR Bantah Minim Transparansi
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, membantah tudingan kurangnya keterbukaan dalam pembahasan RKUHAP. Ia menyebut seluruh rapat telah digelar secara terbuka dan disiarkan langsung melalui berbagai platform.

Ia pun meminta masyarakat untuk mengikuti proses yang telah berjalan, seraya menegaskan bahwa DPR telah memenuhi seluruh unsur transparansi.

Ketua DPR Klaim Libatkan Banyak Pihak
Ketua DPR, Puan Maharani, juga menyatakan bahwa pembahasan RKUHAP telah melibatkan partisipasi luas dari masyarakat. Menurutnya, DPR telah menampung ratusan masukan dari berbagai kalangan sejak pembahasan dimulai.

Puan menambahkan bahwa pemerintah dan DPR bahkan melakukan langkah jemput bola dengan menemui berbagai pihak untuk mendengar langsung pandangan mereka.

Publik Masih Menunggu Kepastian Perlindungan Hak
Dengan beragam kritik yang muncul, publik kini menantikan langkah pemerintah dalam memastikan penerapan KUHAP baru berlangsung transparan, adil, dan tetap menjamin perlindungan hak asasi manusia.

Perhatian masyarakat diperkirakan akan terus tertuju pada implementasi aturan baru ini ketika mulai berlaku pada awal 2026.